Bom Waktu itu Bernama Buang Air Besar Sembarangan

Miris rasanya melihat anak-anak masih mandi dan buang air besar di sungai (Dok. Pribadi)

Malam itu bulan Februari tahun 2016 menjadi malam yang paling berkesan selama hidupku. Betapa tidak, menempuh perjalanan 6 jam, berangkat jam 10 malam dari Jakarta dan sampai di Desa Kutakarang, Pandeglang-Banten pajam jam 4 pagi. Perjalanannya bisa dibilang cukup membuat hati tidak tenang. Beberapa jalan dengan tikungan tajam, kondisi jalan yang minim penerangan dan beberapa diantaranya agak rusak. Belum lagi kondisi jalan masuk ke kampung Cinibung yang terpaksa harus dilanjutkan dengan menaiki motor dari pintu Desa Cibaliung. Kondisi jalan berupa tanah berbatu sangat tidak rata yang licin, berlumpur dan naik turun membuat mobil harus menyerah atau siap rusak bila dipaksakan.

Ya, ini kali pertama saya menginjakkan kaki di sebuah Desa Istimewa bernama Kutakarang. Desa yang terbilang sangat luas ini menyimpan bom waktu generasi masa mendatang. Wah, ada apa rupanya?

Gerakan Banten Mengajar. Ya, komunitas inilah rupanya yang menghantarkan dan membuka mata kami lebar-lebar. Saya terkejut, sangat terkejut! Daerah Banten masih memiliki daerah yang seperti ini. Sungguh, ini hampir tidak dapat dipercaya! Sebuah Desa yang jaraknya hanya 6 jam perjalanan dari Jakarta ternyata memiliki kesenjangan sosial dan ekonomi yang sangat tinggi.

Kondisi rumah di Kampung Cinibung, Pandeglang Banten (Dok.Pribadi)

Rumah-rumah terbuat dari kayu dan berdinding anyaman bambu. Tidak berhenti sampai di situ, mereka bahkan tidak memiliki toilet. Tolong digarisbawahi yang tebal, TIDAK PUNYA TOILET! Berdasarkan data kependudukan Desa, terdapat kurang lebih 219 KK yang tinggal di Kampung Cinibung, Desa Kutakarang, Kec. Cibitung, Kel. Pandeglang-Banten. Dari 219 KK tersebut hanya 2 rumah yang memiliki toilet alias jamban yaitu bapak sekretaris desa dan puskesmas pembantu.  

Miris rasanya hati ini melihat fenomena yang terpampang nyata di depan mata kami. Sedih pula rasanya di era globalisasi seperti ini, masih ada masyarakat yang tinggal di bawah garis kemiskinan yang bahkan satu kampung tidak memiliki toilet. Sebuah elemen utama dalam kebutuhan primer rumah tangga. Hal inilah yang mendorong sekelompok kami untuk membentuk komunitas bernama EMCEKAQU (Empowering Community Through Economy and Health Quality Improvement) yang berfokus pada sanitasi dan memiliki visi untuk memberantas BABS di Kampung Cinibung.

BABS (Buang Air Besar Sembarangan) itu telah menjadi budaya masyarakat
Dua tahun lamanya kami berkunjung secara berkala dan berinteraksi dengan masyarakat Kampung Cinibung. Dari sanalah kami mengetahui bahwa kesehatan dan kebersihan menjadi hal nomor kesekian di sana. Mereka sudah terbiasa melakukan buang air besar sembarangan (BABS) seumur hidup mereka dan orang lain juga melakukannya. BABS biasanya lakukan di kebun dan pinggir sungai. Tentu budaya satu sama lain saling tahu bahwa BABS adalah hal lumrah ini menjadikan mereka toleran dan tidak malu satu sama lain. Mereka bahkan tidak mengetahui bahaya yang tengah mengintai mereka terutama anak-anak mereka.

Kondisi MCK yang dibangun pemerintah pada tahun 2008 di Kampung Cinibung (Dok. Pribadi)


Kami melakukan pemantauan terhadap sumber air yang mereka gunakan, sebagian besar mengandalkan sumur dari pemerintah, sebagian mengandalkan sumur yang mereka gali sendiri dan air sungai. Kami melihat pula bahwa air sungai akan sangat surut pada musim kemarau. Faktanya Pemerintah telah membangun fasilitas MCK (mandi cuci kakus) di dekat sungai berupa kamar mandi sebanyak 2 buah dan satu sumur pada tahun 2008. Namun, apa daya kamar mandi yang tidak digunakan akhirnya menjadi rusak parah dan menjadi tidak layak. Sumurnya masih digunakan sampai kini untuk mengambil air untuk minum dan masak.

BABS dan kaitannya dengan stunting
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa stunting merupakan suatu kondisi terhambatnya pertumbuhan anak-anak yang nantinya akan mempengaruhi baik kondisi fisik dan perkembangan otak. Adapun Ibu Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu Ibu Nila Moeloek telah membuat berbagai program untuk mencegah kasus stunting pada anak Indonesia. Stunting dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain nutrisi dalam 1000 hari kehidupan pertama anak dan sanitasi. Kondisi Kampung Cinibung sebenarnya memprihatinkan baik dari segi kecukupan nutrisi dan sanitasi. Budaya BABS membuat efek samping penyakit diare yang sering mereka alami terutama pada wanita hamil, bayi dan anak-anak.

Pertumbuhan anak-anak Kampung Cinibung umumnya lebih lambat dari anak-anak pada umumnya (Dok. Pribadi)

Kami juga membandingkan pertumbuhan anak-anak Kampung Cinibung dengan anak-anak di Jakarta. Kondisinya sungguh sangat jauh berbeda. Anak-anak Kampung Cinibung memiliki tinggi badan yang lebih rendah dan rata-rata mereka memiliki berat badan yang tidak ideal (terlalu kurus). Ya, kini stunting bukan menjadi ancaman semata, namun sudah berada di depan mata dan mengancam!

Gabungan fenomena bonus demografi dan BABS = Bom waktu!
Fenomena nikah muda sudah menjadi tren masa kini, tentunya terutama di daerah Kampung Cinibung. Pernikahan dini anak yang baru lulus sekolah dasar menjadi hal yang wajar di sana. Apakah bisa kita bayangkan bila perkembangbiakan manusia ini berlangsung semakin masif dan masih disertai dengan kondisi sanitasi yang buruk (BABS masih mendarah daging), akan jadi seperti apa kualitas manusia Indonesia 10-20 tahun mendatang? Mengerikan bukan?

Seribu hari pertama kehidupan anak menjadi hal yang sangat kritis dan wajib menjadi perhatian bagi seluruh ibu. Dimulai dari sejak kehamilan nutrisi dan sanitasi sudah harus mendapatkan prioritas yang utama. Hal ini masih belum disadari oleh ibu-ibu Kampung Cinibung, karena kurangnya akses terhadap makanan bergizi dan sanitasi yang memadai.

Program Emcekaqu: Pendidikan sanitasi sekolah
Saat ini kami sedang menjalankan program pendidikan sanitasi di sekolah dengan cara menempelkan poster cara mencuci tangan yang baik dan benar, komik BABS dan slogan kebersihan. Kami juga melakukan dongeng dan kuis sanitasi dan bahaya BABS. Adapun program ini kami lakukan dengan pertimbangan bahwa anak-anak merupakan “Agent of change” yang paling mudah untuk diberikan pembekalan mengenai hal-hal yang positif. Selain itu, kami juga membangun fasilitas Rain Water Harvesting di sekolah sebagai solusi sekolah yang sulit untuk mendapatkan titik air tanah. Kami senang karena hal ini didukung oleh perangkat Desa, guru dan masyarakat Kampung Cinibung.
Pembangunan fasilitas Rain Water harvesting di SDN Kutakarang 3 Kp. Cinibung (Dok. Emcekaqu)


Saatnya kita menjadi agen penjinak bom waktu!
Emcekaqu menjadi salah satu agen yang akan berjuang untuk memberantas BABS terutama di Kampung Cinibung. Melalui pendekatan sanitasi sekolah ke anak-anak dan juga ke ibu-ibu, kami berharap bahwa jumlah kasus stunting di Kampung Cinibung dapat berkurang. Tidak hanya kami yang dapat bergerak. Saya percaya bahwa kamu dan kita semua dapat menjadi agen penjinak bom waktu terutama sanitasi dan nutrisi. Jika kita masing-masing telah diberikan pemahaman yang baik mengenai pentingnya 1000 hari kehidupan anak yang berkaitan dengan pola asuh, nutrisi dan sanitasi, niscaya generasi Indonesia akan aman dari stunting.


Mari bersama kita ciptakan dan jaga generasi masa depan Indonesia yang cerdas dan berkualitas!

Comments

  1. Hiks sedih banget deh lihatnya. Padahal Banten deket dengan Jakarta ya tapi kenyataannya masih banyak anak-anak yang hidup tidak layak. Dengan hadirnya Emcekaqu membuat aku senang banget. Walau enggak mudah mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat di sana,tapi aku yakin suatu hari nanti Emcekaqu dapat menjinakkan bom waktu di sana. Tetap semangat!

    ReplyDelete

Post a Comment